Kamis, 19 Maret 2009

Sosialisasi Contreng

Pelaksanaan pemilu tinggal sebulan lagi. Namun hingga kini masih banyak warga yang belum tahu bagaimana cara memilih dalam pemilu. Dari simulasi pemilu yang diadakan KPU belum lama ini, kebanyakan warga masih bingung dengan perbedaan kertas suara untuk DPR dan DPRD. Selain itu warga juga masih tidak paham soal cara mencontreng.

Sebenarnya tugas mensosialisasikan mencontreng bukan hanya tugas KPU saja. Tetapi tugas kita semua untuk mensosialisasikannya dengan cara gethok tular (dari mulut ke mulut). Termasuk juga teman-teman radio komunitas, sebagai lembaga penyiaran komunitas, wajib mensosialisasikan pemilu dengan cara mencontreng. Seperti yang dilakukan oleh kawan-kawan dari radio komunitas Murakabi yang ada di Waduk Sermo Kulonprogo. Mereka mempunyai cara yang unik dan kreatif dalam mensosialisasikan mencontreng ini. Dikemas dalam media audio dan bernuansa budaya jawa, menggugah saya untuk membagikan hasil karya mereka kepada teman-teman.

Maaf semuanya full bahasa jawa, karena memang komunitas di wilayah radio komunitas Murakabi mayoritas orang jawa (tengah/DIY). Bagi yang ingin tahu artinya, silahkan cari tahu sendiri yah ….. Silahkan disimak bersama.

Salam perjuangan untuk teman-teman radio komunitas.

Selasa, 24 Februari 2009

Kuota 30% Caleg Perempuan

FAKTA menunjukkan, perempuan di hampir seluruh belahan dunia tidak terwakili secara proporsional dalam politik. Perempuan menduduki hanya 14,3 persen dari keseluruhan anggota parlemen. Negara-negara Skandinavia (Swedia, Norwegia, dan Denmark) memiliki tingkat keterwakilan perempuan paling tinggi, yaitu mencapai 40 persen, sedangkan jumlah terendah diduduki oleh negara-negara Arab, sekitar 4,6 persen (International Idea, 2002).

INDONESIA, menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2000, memiliki populasi perempuan 51 persen. Dari 177 anggota MPR, perempuan berjumlah 18 orang, yang berarti mencapai hanya 9,2 persen. Hampir serupa, perempuan di DPR berjumlah 45 dari 455 orang, yang berarti mencapai 9 persen. Tingkat partisipasi perempuan Indonesia di lembaga perwakilan rakyat ini sehingga lebih rendah dibandingkan rata-rata negara Asia Tengara lainnya, yaitu 12,7 persen.

BERBAGAI upaya telah dilakukan pemerintah dan organisasi masyarakat untuk mendorong partisipasi dan keterwakilan perempuan, salah satunya melalui regulasi kuota yang semakin diterima luas. Di Indonesia, regulasi kuota bagi calon anggota legislatif (caleg) perempuan diyakini sangat signifikan untuk menjamin terartikulasikannya kebutuhan perempuan ataupun sebagai dasar legitimasi negara demokratis.

PASAL 65 Ayat 1 dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengatur kuota sekurang-kurangnya 30 persen bagi perempuan. Isu yang kemudian mencuat adalah sampai sejauh mana efektivitas regulasi kuota tersebut? Apakah regulasi kuota seperti yang dijalankan di Indonesia sudah cukup menjamin keterwakilan perempuan?Apakah regulasi kuota mampu meningkatkan akses perempuan dalam parlemen? Selanjutnya, apakah keterwakilan perempuan tersebut mampu menghasilkan kebijakan yang menguntungkan perempuan?

KAUM perempuan harus memaksimalkan peluang mengekspresikan diri di panggung politik setelah undang-undang menetapkan kuota 30 persen. Jika peluang tersebut tidak dimanfaatkan, sangat sulit bagi kaum perempuan di Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin ke depan. Selama ini, perempuan selalu dibayangkan kurang berkualitas dalam berpolitik dibandingkan dengan kaum pria. Jika saja kaum perempuan terbaik di masyarakat saat ini ingin bergabung dengan partai politik dan mau menjadi calon anggota legislatif, maka pandangan tersebut akan segera berubah. Mudah-mudahan dalam penyusunan daftar caleg 2009, partai politik memiliki komitemen yang sama untuk menjalankan undang-undang dalam hal kuota bagi perempuan. Jangan sampai asal memenuhi kuota daftar caleg saja.


Jumat, 20 Februari 2009

ILM Pemilih Pemula

Sosialisasi Pemilihan Umum 2009 masih mengabaikan pemilih pemula. Padahal, tanpa sosialisasi maksimal, pemilih pemula yang berusia 17 - 21 tahun rawan dieksploitasi peserta pemilu.
Pendapat tersebut disampaikan Kordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Jeirry Sumampouw dalam peluncuran komik politik bertajuk Abu-abu Pemilu yang digagas aktris Nurul Arifin di Jakarta, Selasa (18/11). Menurut Jeirry, hingga kini rencana Komisi Pemilihan Umum mensosialisasikan Pemilu 2009 bagi pemilih pemula hingga ke sekolah belum terlaksana. "Pemilih pemula tidak mendapat perhatian."

Padahal, berdasarkan pengalaman Pemilu 2004, jumlah pemilih pemula sangat signifkan. Jeirry memperkirakan jumlah pemilih pemula meningkat pada Pemilu 2009, yakni 30% dari total 170 juta pemilih.
Jeirry khawatir, jika sosialisasi pemilu tidak maksimal, para pemilih pemula akan dimobilisasi peserta pemilu dalam kampanye massal. Mobilisasi ini akan disertai hasutan agar pemilih pemula memilih peserta pemilu yang berkampanye. Akibatnya, pilihan mereka tidak berdasarkan kesadaran politik yang dalam. "Banyak mereka yang akan dieksploitasi partai," ujarnya.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat meminta KPU menyiapkan strategi khusus untuk sosialisasi pemilu terhadap para pemilih pemula. Sosialisasi harus dilakukan dengan menyesuaikan gaya hidup pemilih pemula. "Yang penting jenis sosialisasi menyentuh selera mereka," kata Jeirry.

Jeirry menyambut baik gagasan Nurul Arifin yang menggunakan media komik sebagai sarana sosialisasi pemilu untuk pemilih pemula. Ketimbang membaca Undang-undang Pemilu, pemilih pemula lebih suka melihat informasi bergambar. Dia menganjurkan KPU menggunakan metode ini. "Model komik sangat baik untuk menggugah kepedulian mereka terhadap pemilu," katanya.
Pendapat tersebut didukung anggota KPU Sri Nuryanti. Menurut dia, komik lebih menarik perhatian para pemilih pemula. "Untuk pendidikan politik pemilih pemula, kami sudah mempunyai rancangan yang disebut KFC, yaitu knowlegde, featuring of process, and conforming,"ujarnya.
Sri Nuryanti menjelaskan, untuk menjaring keikutsertaan pemilih pemula, KPU harus memperhatikan beberapa hal. Di antaranya, pemilih pemula harus dibekali pengetahuan pemilu (knowlegde), pemerintah harus melibatkan mereka dalam proses pemilu (featuring of process), dan membuat para pemilih pemula tidak asing dengan pemilu (conforming).
Berita disunting dari www.vhrmedia.com

Radio SATUNAMA

Sejak awal, program radio SATUNAMA ditujukan agar kegiatan penguatan masyarakat, menyebarkan nilai-nilai universal, Hak Asasi Manusia dan civil society serta aktualisasi nilai-nilai lokal, dapat menjangkau sasaran yang lebih luas. Media radio dipilih karena media radio satu-satunya media yang mampu menjangkau masyarakat di lapisan terbawah sekalipun, relatif murah, relatif mudah pengoperasiannya, relatif mudah menyesuaikan dengan kondisi pendengarnya, serta terbukti mampu mempengaruhi opini dan perilaku masyarakat pendengarnya.

Radio SATUNAMA juga melakukan kegiatan produksi program siaran seperti iklan layanan masyarakat, drama radio, feature dan obrolan tentang civol society, demokrasi, gender, kearifan lokal, good governence, HAM, peace building dan tips-tips tentang kesehatan, pertanian, usaha kecil, perkebunan dan perikanan kepada masyarakat. Dengan peralatan yang memadai dan jaringan yang dimiliki, radio SATUNAMA mampu melakukan kegiatan produksi program siaran hingga pendistribusiannya.

Radio SATUNAMA juga bermitra dengan radio-radio komunitas yang ada di Jogjakarta serta memberikan pelatihan dan konsultasi pengelolaan radio komunitas di Jogjakarta, baik dari sisi managemen, program, produksi maupun teknis.